Terlebih, Irfan juga menyinggung ihwal soal pendirian perusahaan PT Arjuna Advaya Sanjaya (AAS) yang bergerak dalam bidang makanan dan minuman, dibuat atas kesepakatan Tiko Aryawardhana dan AW yang kala itu masih pasangan suami istri.
Pembagian saham 75 persen dikuasai AW, 20 persen dikuasai oleh Tiko dan sisanya 5 persen dikuasai bapak dari AW. Kata Irfan, menjadi janggal ketika klaim dari AW yang secara sadar seharusnya memahami investasi bisnis perusahaan yang bisa mengalami kerugian.
“Kalau yang bersangkutan (AW) menjabat sebagai komisaris, kalau terjadi permasalahan terhadap perusahaan sebagai komisaris nih, saya harus menanyakan kepada direksi yaitu Tiko, walaupun itu suaminya pada saat itu, bagaimana perusahaan, lancar atau tidak rugi atau tidak,” tuturnya.
“Jangan hanya mau untung tidak mau rugi nih. Kalau dia menjalankan posisinya dalam motivasi laporan di Polres sebagai komisaris, saya tanya anda sebagai komisaris sudah menjalankan fungsi sebagai komisaris atau tidak,” tambah Irfan.
Padahal, Irfan menilai, selama AW menjabat sebagai komisaris, peran untuk pengawasan perusahaan tidak pernah dilakukan. Termasuk agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang tidak pernah dilakukan.
“Tidak pernah ada proses-proses itu. Kalau motivasinya sebagai pemegang saham apakah pernah anda sebagai pemegang saham meminta pertanggungjawaban direksi dalam hal ini klien kita dalam rapat umum pemegang saham,” ujar Irfan.
Kubu Tito Menilai Harusnya Masuk Ranah Perdata, Bukan Pidana
Oleh karena itu, Irfan pun mengingatkan agar kasus ini diteliti kembali. Sebab, persoalan internal perusahaan seharusnya masuk ke dalam ranah perdata bukan pidana.
“Kami minta juga rekan-rekan media, perkara ini jangan sampai menzalimi. Ada persoalan yang seharusnya privat perdata, tapi dibawa ke ranah pidana,” pungkasnya.
Adapun dalam kasus ini Polres Metro Jakarta Selatan telah memutuskan menaikkan kasus ke tahap penyidikan atas dasar Pasal 374 KUHP. Dengan posisi Tiko yang masih berstatus sebagai saksi terlapor yang dilaporkan AW mantan istrinya.