Liputan6.com, Gaza – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Senin 10 Juni 2024 mendukung resolusi gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat (AS), dalam upaya diplomatik terbaru untuk mengakhiri delapan bulan serangan militer Israel yang menghancurkan di Jalur Gaza.
Resolusi tersebut, yang menyerukan kesepakatan gencatan senjata tiga fase yang komprehensif, diadopsi oleh 14 anggota DK PBB, dengan Rusia abstain.
Empat belas dari 15 anggota DK PBB memberikan suara mendukung resolusi tersebut, termasuk 10 anggota tidak tetap – Aljazair, Ekuador, Guyana, Jepang, Malta, Mozambik, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia dan Swiss.
Anggota tetap – Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Tiongkok dan Perancis – dapat memveto resolusi apa pun. Rusia membuat resolusi tersebut mencapai hasil 14-0 –dengan menahan diri untuk menggunakan hak vetonya.
Sejatinya Presiden AS Joe Biden mengumumkan proposal perdamaian tersebut pada tanggal 31 Mei. Sebelumnya, pemerintahan Biden telah menghadapi kritik karena menghalangi setidaknya tiga resolusi DK PBB untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina dan melukai sekitar 85.000 orang.
Selain memperluas perlindungan diplomatik kepada sekutu terdekatnya di Timur Tengah, Washington juga memasok senjata dan bantuan keuangan kepada Israel, yang dituduh melanggar hukum internasional.
AS abstain dalam resolusi terakhir DK PBB, yang menyerukan gencatan senjata, yang disahkan pada bulan Maret. Namun beberapa jam setelah pemungutan suara pada hari Senin (10/6), Israel melancarkan serangan mematikan di wilayah kantong Palestina, menimbulkan pertanyaan apakah resolusi terbaru ini akan menghasilkan gencatan senjata permanen.
Akankah Israel menerima resolusi baru gencatan senjata PBB di Gaza?
Berikut ini gambaran bagaimana peluang resolusi itu menjadi jembatan perdamaian antara pihak Israel dan Hamas di Gaza, mengutip Al Jazeera, Rabu (12/6/2024):
Pemimpin Hamas Ingin Perang Diakhiri Secara Permanen, Tapi…
Kelompok Palestina menyambut baik resolusi tersebut, kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri kepada kantor berita Reuters pada hari Selasa (11/6).
“Pemerintahan AS menghadapi ujian nyata dalam menjalankan komitmennya dalam memaksa pendudukan untuk segera mengakhiri perang dalam implementasi resolusi Dewan Keamanan PBB,” ujar Sami Abu Zuhri.
Para pemimpin Hamas menginginkan diakhirinya perang secara permanen, sesuatu yang ditolak oleh Israel, dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa Israel hanya akan mengakhiri perang setelah mereka “menghancurkan” Hamas dan membebaskan para tawanan yang tersisa.