Sebelumnya, kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, Bitcoin (BTC) terus mengalami penurunan harga yang tinggi, menunjukkan jeda pasar bullish yang bersifat sementara.
Namun, seorang analis mengungkap khawatir bahwa perkembangan makroekonomi di Amerika Serikat baru-baru ini dapat menghambat pergerakan Bitcoin ke level lebih tinggi.
“Bitcoin masih kuat, tetapi faktor makro mengancam,”ungkap pedagang kripto dan pengamat pasar, Chang dalam sebuah wawancara, dikutip dari Coindesk, Senin (3/6/2024).
“Imbal hasil obligasi sangat tidak stabil karena permintaannya lemah dibandingkan dengan penerbitan Treasury AS. Jika ada dampak negatif pada Bitcoin, kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh imbal hasil dan indeks dolar,” bebernya.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS meningkat, terutama disebabkan oleh kekhawatiran utang negara itu yang terus-menerus, membanjirnya pasokan obligasi, dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang.
Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun yang menjadi acuan telah naik 24 basis poin menjadi 4,55% dalam dua minggu, menurut data dari platform grafik TradingView.
Yang dianggap berisiko bagi kripto, adalah peningkatan biaya pinjaman yang lebih tinggi bagi individu dan perusahaan mengurangi daya tarik berinvestasi pada aset yang relatif berisiko, seperti Bitcoin dan saham teknologi.
Chang mengatakan dia memperkirakan imbal hasil akan tetap bergejolak di bulan Juni mendatang, memastikan korelasi erat antara Bitcoin dan saham.
Imbal hasil Treasury AS dua tahun sudah mendekati 5%. Kemampuan untuk mengunci imbal hasil sebesar 5% pada obligasi pemerintah, yang dipandang sebagai investasi yang aman, mungkin membujuk pedagang makro untuk mengeluarkan uang dari saham, mata uang kripto, dan sudut pasar keuangan lainnya yang lebih berisiko.
“Kami sekarang berada pada tingkat imbal hasil obligasi di mana kenaikan imbal hasil benar-benar akan membebani semua kelas aset,” ungkap Peter Oppenheimer dari Goldman Sachs kepada Bloomberg Surveillance.