Ketiadaan alat pemerintah agar bisa efektif menekan barang impor yang sektor industrinya sudah berkembang baik di dalam negeri disinyalir Redma akan sangat merugikan sektor industri dalam negeri.
“Kalau pertek di-drop artinya pemerintah tidak punya alat untuk mengendalikan impor, jadi ini aturan bungkusnya tata niaga impor, isinya kosong. Industri akan kembali berkontraksi karena pasar dalam negerinya dibanjiri barang-barang impor. Kita sedang bersiap menuju deindustrialisasi ” sesal Redma.
Redma mengingatkan bahwa Indonesia seperti diarahkan oleh Presiden Jokowi sedang fokus hilirisasi dan penguatan hulu, artinya visi integrasi industri agar industri tumbuh kuat. Sayangnya menurut Redma visi pengembangan dan integrasi industri dari Kemenperin tidak didukung kementerian lain terutama dalam kasus ini Kemendag dan Kemenkeu.
“Jadi kalau terjadi deindustrialisasi ya Bu Sri Mulyani harus tanggung jawab, karena Bu Sri telah gagal menangani permasalahan di Bea Cukai , dan korbannya adalah industri. Itu 26.000 kontainer yang tertahan saya yakin 85% barang importir pedagang relasinya oknum Bea Cukai, hanya 15% yang benar-benar untuk kepentingan industri manufaktur,” buka Redma.
Redma juga menekankan dalam skala lebih luas masyarakat umum terutama para pekerja akan terimbas relaksasi impor yang diinisiasi Kemendag dan Kemenkeu.
“Ya sudah, pemerintah tidak usah berharap investasi dari tekstil, dan jangan harap lagi kita akan menyerap karyawan yang kemarin dirumahkan. Tinggal kita lihat akan banyak lagi karyawan yang di PHK, biar Bu Sri Mulyani yang akan bertanggung jawab mencarikan mereka pekerjaan,” tutup Redma.