Dini menambahkan, sejak kecil ia adalah anak yang sangat ceria dan selalu merasa baik-baik saja.
“Mungkin hal tersulit saya adalah bukan proses penerimaan diri saya yang ‘berbeda’ tapi proses orang lain yang tidak menerima keadaan saya, yang akhirnya berpengaruh pada mental.”
Perlakuan dan stigma masyarakat membuat Dini kecil yang mulanya periang berubah menjadi pemurung. Ia sempat mengalami perundungan bahkan dari orang dewasa.
“Yang saya alami saat masih kecil aja sih. Mereka menganggap saya yang dengan kondisi seperti ini bisa mengganggu anak-anak mereka. Membawa pengaruh buruk dan katanya saya menjijikan. Bahkan karena stigma-stigma negatif, saya tidak diterima di sekolah.”
Dengan dukungan besar dari keluarga, Dini akhirnya mencoba untuk kembali bangkit.
“Prosesnya panjang sampai ada di tahap ini. Masuk usia dewasa saya mulai berani aktif bersosialisasi lagi dengan banyak orang di lingkungan saya. Karena pada saat itu masyarakat di lingkungan saya mengerikan buat saya. Seperti mendobrak rasa takut saya. Hehehe akhirnya bisa berbaur lagi dengan lingkungan.”
Tak lupa, ia juga membuktikan bahwa stigma negatif masyarakat tidak benar. Ia berhasil membuka usahanya sendiri di bidang kerajinan tangan yang dinamai setiacraft.id.
“Mereka bilang saya disabilitas hanya bisa menyusahkan, tidak berguna, bodoh dan sekarang mereka lihat sendiri sekarang saya mandiri. Punya usaha dan penghasilan sendiri, aktif di beberapa organisasi.”
Dengan usaha tersebut, beberapa masyarakat mulai melihat Dini dari sisi pencapaiannya bukan disabilitasnya.
“Dan di situ celah saya untuk mengedukasi mereka. Bahwa disabilitas pun sama seperti yang lainnya. Berhak dikasih kesempatan. Seperti manusia-manusia lainnya, punya potensi dan kelebihan masing-masing,” ucap Dini.