Timothy menyimpulkan bahwa ekspektasi yang rendah ini salah satunya disebabkan oleh keraguan konsumen terhadap kemampuan mobil listrik untuk perjalanan luar kota, yang turut dipengaruhi oleh kekhawatiran akan daya baterai dan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di luar Jakarta.
“Karena mungkin di ekspektasi mereka, baterainya itu seperti tadi, misalnya infrastrukturnya, (khawatir) nggak bisa nge-charge di tengah jalan atau baterainya kenapa-napa,” dirinya mengatakan.
Ini sejalan dengan data yang menunjukkan bahwa pemilik kendaraan listrik memiliki kekhawatiran keterbatasan infrastruktur atau fasilitas charging (43 persen), dan lokasi stasiun pengisian daya yang masih sedikit dan cenderung jauh (42 perse ).
Sementara kekhawatiran pada ketersediaan SPKLU masih cukup tinggi, data juga menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan angka 59 persen lebih memercayakan pengisian daya untuk dilakukan di rumah, dibanding 15 persen lainnya yang mengandalkan SPKLU.
Data juga mengatakan hanya sebanyak 6 persen yang mengaku menggunakan SPKLU setiap harinya. Sementara 28 persen mayoritas hanya mengandalkan SPKLU setiap 2-3 kali seminggu. Bahkan 22 persen belum pernah mengisi di SPKLU.
Namun, perlu dicatat bahwa terdapat keterbatasan data terkait frekuensi penggunaan SPKLU dan preferensi pengisian daya milik Populix, karena data tersebut masih tercampur antara pengguna mobil, sepeda, maupun motor listrik.