Tradisi penamaan hari dalam seminggu mengalami perjalanan panjang dari Bangsa Mesir hingga Anglo-Saxon, mencerminkan pengaruh budaya dan keyakinan yang melintasi peradaban. Bangsa Mesir, dengan seminggu berjumlah tujuh hari, menamai hari-hari tersebut sesuai dengan lima planet, Matahari, dan Bulan. Romawi kemudian mengadopsi nama-nama Mesir untuk membentuk seminggu mereka, memperkenalkan hari-hari seperti hari Matahari, Bulan, dan hari-hari planet.
Namun, nama-nama hari yang kita kenal saat ini tidak bersumber dari penamaan Romawi. Sebaliknya, Bangsa Anglo-Saxon, pada suatu masa, memberikan nama-nama hari berdasarkan dewa-dewa mereka. Hari Matahari menjadi Sunnandaeg atau Sunday (Minggu), hari Bulan menjadi Monandaeg atau Monday (Senin), dan hari Mars menjadi Tiwesdaeg atau Tuesday (Selasa). Dewa Woden memberi nama hari Rabu, sedangkan hari Yupiter Romawi berubah menjadi Thursday (Kamis) setelah mengambil nama Dewa Thor. Hari Frigg, istri Dewa Odin, diberikan pada hari Jumat, dan hari Sabtu tetap mengikuti nama Romawi, berasal dari hari Saturnus.
Di Indonesia, selain Minggu dan Sabtu, nama-nama hari Senin hingga Jumat berasal dari bahasa Arab. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat mempunyai arti berurutan sebagai dua, tiga, empat, lima, dan ramai dalam bahasa Arab. Sedangkan Minggu, dalam bahasa Melayu lama dieja sebagai Dominggu sebelum kemudian menjadi Minggu pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sabtu, konon, diambil dari bahasa Ibrani, sabat, yang berarti “Dia berhenti.” Setiap nama hari mencerminkan perjalanan panjang dan kekayaan kultural yang melibatkan sejarah, agama, dan linguistik di berbagai peradaban.