Liputan6.com, Jakarta – Pada 11 Juli 2023, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan resmi disahkan menjadi UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang terdiri dari 20 bab dan 458 pasal. Terdapat empat pasal, yakni 149, 150, 151, dan 152, yang mengatur tentang pengamanan zat adiktif dalam UU tersebut.
Keempat pasal itu jadi bahan studi Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI). Lembaga advokasi kesehatan itu menyoroti banyaknya keanehan dalam proses penyusunan pasal terkait zat adiktif dalam RUU Kesehatan yang dianggap sebagai upaya pelemahan.
“Ada upaya-upaya intervensi selama proses ini sehingga yang tadinya kita berharap adanya larangan iklan (rokok) dalam UU ini, itu enggak terjadi,” ujar Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwanto, dalam acara Media Briefing “Menguak Campur Tangan Industri Rokok dalam Melemahkan UU dan RPP Kesehatan di Indonesia” pada Jumat (31/5/2024), di Jakarta.
Salah satunya soal perdebatan sengit tentang menggabungkan pasal narkotika dan psikotropika dengan produk tembakau dalam satu pasal. Hasilnya, isi pasal itu dikoreksi setelah public hearing.
Berikutnya, draf awal DPR yang memunculkan pasal tentang produk tembakau yang bisa digunakan untuk kepentingan medis, herbal, farmasi, kosmetik dan aromaterapi yang dapat diperlakukan khusus. Namun, usulan itu kemudian ditolak.
RUKKI dan Lentera Anak kemudian bekerja sama menyusun laporan tentang gambaran proses pembentukan regulasi tersebut dipengaruhi campur tangan industri tembakau dan pendukungnya. Laporan itu menjabarkan beberapa taktik industri untuk melemahkan pasal-pasal pengaturan zat adiktif dalam UU Kesehatan.