Liputan6.com, Hangzhou – Jenama otomotif Prancis, Renault bermitra dengan produsen otomotif China, Geely untuk mengembangkan mesin pembakaran internal bersistem hybrid dalam upaya meningkatkan daya saing bisnis kedua perusahaan di tengah transisi elektrifikasi.
Pemilihan mesin hybrid ini juga sebagai respons menghadapi perlambatan adopsi kendaraan listrik di pasar, namun di lain sisi investasi pada pembangkit listrik rendah emisi tetap meningkat.
“Kombinasi berbagai teknologi powertrain diperlukan untuk mencapai dekarbonisasi yang sukses dalam dunia di mana lebih dari separuh kendaraan yang diproduksi diperkirakan masih mengandalkan mesin pembakaran pada tahun 2040,” demikian pernyataan bersama dari Renault dan Geely, dikutip dari Reuters.
Kemitraan patungan dengan kepemilikan 50-50 merupakan pilar utama dari strategi Renault dalam menjaga daya saingnya terhadap pesaing-pesaing yang lebih besar dengan menandatangani beragam kemitraan untuk mengurangi biaya dan memperluas jangkauan pasar.
Bagi Geely, kesepakatan ini menjadi langkah penting dalam ekspansi globalnya, agenda yang juga tengah ditempuh oleh perusahaan-perusahaan China lainnya.
Sebelumnya, jenama otomotif Negeri Tirai Bambu ini juga telah menjalin kesepakatan pengembangan mesin hybrid dengan Mercedes-Benz.
Kemitraan dengan Renault yang diberi nama HORSE Powertrain, akan berbasis di London untuk memasok powertrain kepada merek-merek dalam grup perusahaan yang juga mencakup pihak-pihak ketiga seperti Volvo, Proton, Nissan, dan Mitsubishi.
Dengan proyek ini, keduanya memperkirakan akan mencapai pendapatan tahunan sekitar 15 miliar euro atau setara Rp 264,7 triliun, dengan target volume produksi sekitar lima juta unit powertrain per tahun.
Meski begitu, detail teknis mesinnya belum banyak dipaparkan oleh keduanya.