Liputan6.com, Jakarta PT Benteng Api Technic Tbk (BATR), perusahaan ke-25 yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 10 Juni 2024 menargetkan alokasi belanja modal atau Capital Expenditure (Capex) sebesar 61 persen dari total dana IPO perseroan.
Dalam IPO ini, Perseroan melepas maksimal 20,50% sahamnya ke publik atau sebanyak 620.000.000 saham baru dengan harga Rp110 per lembar saham, sehingga BATR berhasil memperoleh dana segar sebesar Rp 68,2 miliar.
Direktur Utama BATR, Ridwan Sumadi menjelaskan, dana hasil dari IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha Perseroan ke depan, dengan rincian sebagai berikut:
Sekitar 38,65% akan digunakan Perseroan untuk pembelian tanah dan bangunan dari pihak terafiliasi. Kemudian, sekitar 10,00% akan digunakan Perseroan untuk pembangunan dan perbaikan bangunan.
Selanjutnya, sekitar 5,67% akan digunakan Perseroan untuk pembelian peralatan laboratorium dan 6,84% akan digunakan Perseroan untuk pembelian mesin produksi.
Sisanya, sekitar 38,82% akan digunakan sebagai Operational Expenditure (OPEX) berupa persediaan barang jadi dan bahan baku.
Ridwan menyebut, IPO ini menjadi momen penting bagi Perseroan pasalnya saat ini berdasarkan data dari 6wresearch.com, Pasar Refraktori Indonesia mencatat pertumbuhan tingkat pengiriman sebesar 78,34% pada 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan CAGR sebesar 4,7% hingga 2026.
“Indonesia cenderung mengandalkan impor untuk memenuhi permintaan pasar refraktori yang terus meningkat,” kata Ridwan dalam keterangannya, Senin (10/6/2024).
Ridwan menambahkan kaktor impor Pasar Refraktori pada 2021 sebesar USD 204,63 juta sedangkan pada 2017 sebesar USD 151,06 juta. Adapun China, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Austria termasuk di antara pemain pasar teratas pada tahun 2021, di mana China memperoleh pangsa pasar terbesar sebesar 88,12% dengan nilai pengiriman sebesar US$174,84 juta.
Pasar ini terutama didorong oleh meningkatnya permintaan produk refraktori di berbagai industri seperti industri baja, industri nickel, industri tembaga, industri pupuk dan petrokimia, industri semen, Industri kaca, industri keramik, industri minyak kelapa sawit, industri makanan dan minuman, industri pembangkit listrik dan sebagainya.
“Peningkatan produksi besi dan baja, nikel smelter dan berbagai macam smelter ditambah dengan meningkatnya permintaan akan konservasi energi telah diidentifikasi sebagai salah satu pendorong utama meningkatnya pasar Refraktori di Indonesia. Hal itu tentu sejalan dengan optimisme kami untuk dapat terus bertumbuh ke depannya,” pungkas Ridwan.