Nissi menyebutkan tantangan yang dialami oleh kebanyakan orang yang memiliki disabilitas Tuli terutama perempuan Tuli terkait dengan menyampaikan bahasa isyarat yang belum dicapai dan bebas dari diskriminasi.
“Ada stigma dan stereotip yang berkembang di masyarakat yang masih awam, mereka cenderung takut akan keberadaan penyandang disabilitas Tuli. Ini perspektif yang berdampak sehingga diskriminasi tetap terjadi,” jelas Nissi.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, dukungan untuk menyampaikan bahasa isyarat itu penting untuk dikenalkan, diajarkan, dan diterapkan di setiap sektor kehidupan.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan yang hadir dalam diskusi, menyampaikan bahwa situasi saat ini, perlu adanya keterlibatan seluruh pihak dalam mewariskan hak-hak perempuan tuli.
“Diperlukan adanya keterlibatan seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, komunitas, bahkan keluarga juga harus terlibat,” ujarnya.
Dukungan dari seluruh pihak sangat dibutuhkan agar mereka bisa hidup di lingkungan yang berkeadilan sosial, aman dan inklusif.