Sementara itu, berdasarkan laporan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi UNRWA, Kamis (9/5) mengatakan bahwa sekitar 80 ribu orang telah melarikan diri dari Rafah.
Mereka mengungsi sejak Senin (6/5) sewaktu Israel meningkatkan operasinya di Rafah, bagian selatan Gaza.
“Apa yang dialami warga Gaza sangat sulit. Tidak ada tempat yang aman,” tulis UNRWA di X.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz pada Kamis (9/5) mengatakan bahwa militer negaranya akan terus memerangi Hamas hingga kalah.
Pernyataannya disampaikan sehari setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut bahwa AS tidak akan memberikan senjata ofensif kepada Israel.
Lantaran khawatir senjata tersebut bisa digunakan dalam menguasai Rafah.
Langkah itu diambil setelah para pejabat AS berpekan-pekan menyatakan tentangan terhadap rencana Israel melakukan ofensif di Rafah.
Sementara itu para pejabat Israel mengatakan, perlunya melakukan operasi di kota itu untuk mencapai targetnya mengalahkan Hamas serta memastikan pembebasan para sandera yang ditawan di Gaza.
Para saksi mata melaporkan bahwa Israel pada Kamis (9/5) menggempur Rafah, sementara militer Israel melaporkan pihaknya menyerang posisi-posisi Hamas di Gaza Tengah.
Para pejabat PBB menyatakan kekhawatiran mengenai pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, termasuk bahan bakar, di tengah-tengah serangan Israel di kawasan Rafah.