Liputan6.com, Jakarta – Polda Kalteng punya cara berbeda untuk menangani peredaran hoaks di ruang digital. Mereka mengutamakan penanganan restorative justice karena banyak masyarakat belum sadar akan bahaya menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Polda Kalteng menjelaskan sejak bulan Januari hingga Mei 2024, pihaknya telah menangani 14 kasus informasi hoaks yang bersebaran. Dari 14 kasus hoaks yang beredar, sebagian adalah penyebar informasi hoaks dan sebagian lagi merupakan pembuat informasi hoaks.
Salah satu hoaks yang sempat beredar adalah adanya informasi begal di jalan Trans Kota Palangka Raya. Masyarakat yang menyebarkan informasi mengklaim bahwa ban mobilnya telah dilempar sesuatu oleh para begal, padahal faktanya ban mobil tersebut terkelupas sendiri karena termakan usia.
“Selama ini, informasi hoaks terjadi akibat banyak dari oknum masyarakat pada saat mengalami suatu kejadian, kemudian secara langsung berasumsi sendiri dan menyebarkannya ke media sosial. Mereka berharap informasi itu viral,” ujar Ketua Tim Virtual Police Bidhumas Polisi Daerah Kalimantan tengah Ipda Shamsudin dilansir Antara.
“Kami mengutamakan pembinaan karena bisa saja oknum warga ini tidak mengetahui bahaya informasi hoaks, sehingga ke depannya mereka tak mengulangi perbuatannya kembali. Namun kami juga mengingatkan bahwa ada sanksi kurungan badan selama enam tahun yang tertuang dalam UU ITE, yang menanti oknum yang membuat ataupun menyebarkan informasi hoaks,” katanya menegaskan.